Pasir Pahlawan – Monumen Oto Iskandar Dinata

Catatan Jelajah Lembang (3)

Oleh: Andrenaline Katarsis

IMG-20150414-WA0009Setelah mengunjungi Gedong Cai atau Waterleiding Tjibadak di kampung Ledeng, peserta Balad Junghuhn kembali berjalan kaki menanjak menuju arah jalan raya dengan memotong jalan ke daerah perkampungan Cidadap. Tiba di jalan raya, peserta melanjutkan perjalanan dengan naik angkutan umum menuju Pasir Pahlawan, monumen “Si Jalak Harupat”. Lokasi Pasir Pahlawan itu berada di jalan Setiabudi KM 15 Lembang.

Lokasi makam Pasir Pahlawan itu berada tepat dipinggir jalan, diatas sebuah lahan yang dinaungi pepohonan rindang. Kompleks pemakaman itu dikelilingi tembok berpagar, lengkap dengan sebuah pintu gerbang yang setiap waktu dikunci dan terdapat sebuah pos penjagaan. Karena peserta Balad Junghuhn sebelumnya sudah berkoordinasi dengan penjaga makam, maka kamipun langsung saja masuk ke dalam. Udara Lembang yang sejuk lumayan mendinginkan badan setelah lelah berjalan-jalan di Gedong Cai. Di dalam makam, kami menjumpai seorang ibu-ibu setengah bayayang sedang bekerja membersihkan makam. Saat kami datang, ia sedang membersihkan rumput liar dan menyiangi alang-alang, menyapu lantai makam hingga bersih. Di dalam kompleks itu, saya tidak merasakan sedang berada di sebuah kompleks pemakaman, melainkan seperti sedang berada di sebuah taman yang teduh.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Monumen Si Jalak Harupat

Di dalam kompleks pemakaman itu selain terdapat monumen Oto Iskandar Dinata yang berbentuk tiga buah tembok plakat dan sebuah tiang bendera, tidak jauh dari monumen juga ada sembilan nisan makam. Selain makam Mayjen. H. Sentot Iskandar Dinata, putra Oto Iskandar Dinata, juga ada terdapat makam Letnan Hamid yang pernah memimpin pertempuran front BKR melawan pasukan Inggris / Gurkha di sekitar Villa Isola bersama Sersan Bajuri dan Sersan Surip yang turut di makamkan di Pasir Pahlawan. Dan ditengah semilir angin dan hawa sejuk udara Lembang, dengan suara bergetar Mochamad Sopian Anshori bertutur kisah tentang riwayat hidup Si Jalak Harupat.

Di beberapa kota di Jawa Barat khususnya, nama Oto Iskandar Dinata atau biasa disingkat dengan nama ‘Otista’ dijadikan nama untuk sebuah ruas jalan. Sebuah stadion sepakbola tempat Persib Bandung, klub sepakbola kebanggaan urang Bandung biasa bertanding yang berada di Soreang bernama Stadion Si Jalak Harupat. Siapakah Oto Iskandar Dinata atau Si Jalak Harupat? Untuk mengetahui sejarah hidup Oto Iskandar Dinata diperlukan sebuah dokumen Paguyuban Pasundan, organisasi yang pernah membesarkan Oto Iskandar Dinata dalam berpolitik. Tapi karena bahan tersebut sangat mustahil saya peroleh, maka saya hanya mengetahui biografi Oto Iskandar Dinata yang diperoleh dari beberapa sumber yang terserak.

Sekilas tentang ‘Si Jalak Harupat’

01Otista

Oto Iskandar Dinata (1897-1945)

Oto Iskandar Dinata adalah salah satu pahlawan nasional berdarah Sunda yang lahir di desa Bojongsoang, Dayeuhkolot, di selatan kota Bandung pada 31 Maret 1897. Ayahnya bernama Rd. Nataatmadja, yang setelah pulang dari ibadah haji berganti nama menjadi R.H. Adam Rakhmat, ibunya bernama Siti Hadijah. Salah seorang saudaranya yang bernama Rd. Ating Atmadinata pada tahun 1945 pernah menjadi Walikota Bandung.

Bakat kecerdasan Oto sudah terlihat sejak masih kanak-kanak. Selain memiliki sifat mandiri dan pemberani, Oto kecil juga sudah memiliki bakat sebagai pemimpin. Kesenangan masa kecilnya adalah bermain sepakbola. Oto tidak hanya sekedar jago bermain bola, tapi ia justru menjadi pemimpin klub sepakbola. Di sekolah Oto selalu terpilih menjadi ketua kelas. Salah satu teman sekolahnya yang bernama Rd. Ema Bratakusuma bercerita. Jika Oto tidak terpilih dalam pemilihan ketua kelas atau ketua klub sepakbola, Oto selalu berusaha sebisa mungkin agar terpilih menjadi ketua. Jalan apapun akan ditempuhnya.

Pendidikan Oto Iskandardinata dimulai di Hollandsch Inlandsche School Karang Pamulang Bandung, semacam sekolah dasar bagi pribumi yang berbahasa pengantar bahasa Belanda. Setamat dari H.I.S, Oto melanjutkan sekolahnya ke Sekolah Guru Bagian Pertama di Bandung yang kemudian dilanjutkan ke Hogere Kweekschool di Purworejo, Jawa Tengah. Setelah lulus dari HKS pada Juli 1920, Oto kemudian diangkat menjadi guru Hollandsch Inlandsche School di Banjarnegara, Banyumas, Jawa Tengah. Pada bulan Juni 1921, Oto kemudian dipindahkan ke Bandung untuk menjadi guru di Hollandsch Inlandsche School – Volksonderwijs atau Perguruan Rakyat. Pada Agustus 1924 Oto kembali dipindahkan lagi ke HIS Pekalongan, Jawa Tengah lalu menyusul kemudian pada bulan Agustus 1928, lagi-lagi Oto harus dipindahkan ke Batavia menjadi pengajar di HIS Muhammadiyah. Sejak tahun 1932, menjadi pengajar sudah tidak lagi menarik hatinya, hingga kemudian Oto memilih berhenti menjadi guru. Oto mulai tertarik dengan kegiatan sosial-politik praktis.

Paguyuban Pasundan dan Boedi Oetomo

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

“Bihari ngancik di kiwari ayeuna ngagelar jaga”

Selama tinggal di Banjarnegara, Oto menemukan dua hal yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya, yaitu ketika bertemu dengan tambatan hatinya dengan menikahi seorang wanita bernama Raden Ajeng Sukirah pada tahun 1923. Dari pernikahannya itu Oto dikaruniai 12 orang anak, diantaranya 7 perempuan dan 5 laki-laki. Hal lain yang mempengaruhinya ialah ketika Oto bergabung di dalam organisasi Boedi Oetomo. Oto sangat terpikat dengan gagasan dan kegiatan Boedi Oetomo yang gigih membela nasib bangsa yang sedang dijajah bangsa lain.

Ketika pindah ke Bandung, Oto terus melanjutkan aktifitasnya di organisasi Boedi Oetomo sebab cabang Boedi Oetomo sudah ada di Bandung. Meski dalam keadaan yang tidak terlalu aktif. Oto terus menghidupkan Boedi Oetomo cabang Bandung. Dalam suatu pemilihan ketua, bahkan Oto Iskandar Dinata terpilih menjadi wakil ketua. Ketika Boedi Oetomo cabang Bandung mengadakan sebuah pertemuan yang bertempat di gedung Societeit de Concordia pada tanggal 12 – 13 September 1921, dalam kesempatan pidatonya Oto mengkritik Paguyuban Pasundan, sebuah organisasi orang Sunda yang didirikan di Batavia pada 20 Juli 1913, meskipun pada tahun 1922 kemudian Oto menyurati Paguyuban Pasundan yang dimuat di surat kabar Siliwangi yang berisi bahwa ia menyatakan bermaksud untuk bergabung pada Paguyuban Pasundan. Dan ternyata keinginannya itu baru terlaksana 7 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1929, itupun setelah Oto tinggal di Batavia.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Nisan Oto Iskandar Dinata

Kepindahannya ke Pekalongan, Oto terus meneruskan aktifitasnya di organisasi Budi Oetomo dengan menjadi wakil ketua pengurus cabang Pekalongan. Setelah itu ia terpilih menjadi anggota Gemeenteraad atau semacam Dewan Kota Pekalongan untuk mewakili Budi Oetomo. Oto yang dikenal berani kemudian membongkar fakta-fakta penipuan licik perkebunan gula Wonopringgo yang saat itu ingin mengusai tanah rakyat. Kasus tersebut yang kemudian disebut sebagai peristiwa Bendungan Kemuning yang berujung konflik dengan Residen Pekalongan. Akibatnya Oto kembali dipindahkan ke Batavia.

Di Batavia Oto mengajar di HIS Muhammadiyah yang mendekatkan dirinya bersama Paguyuban Pasundan. Oto yang memang berkeinginan untuk bisa menjadi anggota Paguyuban Pasundan akhirnya beliau pun bergabung dengan Paguyuban Pasundan. Saat itu Oto menjabat sebagai sekretaris di Hoofdbestuur atau pengurus pusat Paguyuban Pasundan. Dalam Kongres Paguyuban Pasundan yang berlangsung di Bandung pada bulan Desember 1929, Oto terpilih menjadi ketua pengurus besar Paguyuban Pasundan.

Akhir hidup yang tragis

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

“Merdeka atau Mati!”

Pada masa kepemimpinan Oto Iskandar Dinata, Paguyuban Pasundan sebagai organisasi atau perkumpulan etnonasionalis juga punya sikap tegas terhadap politik. Meskipun organisasi yang berbasis kedaerahan Sunda, tetapi gerakannya politik Paguyuban Pasundan terasa di lingkungan nasional. Sebagai wakil dari Paguyuban Pasundan, Oto Iskandar Dinata terpilih menjadi anggota Volksraad, selain aktif juga dalam Permupakatan Perhimpunan Politik Kemerdekaan Indonesia (PPPKI) serta Gabungan Politik Indonesia (GAPI).

Dalam sidang-sidang Volksraad, Oto Iskandar Dinata terkenal dengan ucapan-ucapannya yang tajam dan berani. Tidak jarang Oto terlibat dalam suatu perdebatan dengan Belanda. Akibat lantang bersuara dan sikap pemberaninya itulah sehingga Oto Iskandar Dinata dijuluki ‘Si Jalak Harupat’ yang secara harfiah berarti ‘seekor ayam jantan yang tidak pernah kalah dalam bertarung’.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

M. Sophian Ansori sedang mendongeng

Aktifitas Oto Iskandar Dinata yang lainnya adalah keikutsertaannya dalam sebuah Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Oto-lah yang mengusulkan agar Bung Karno dan Bung Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, yang mana usulannya itu kemudian disetujui oleh anggota sidang PPKI. Setelah kemerdekaan, Oto Iskandar Dinata kemudian diangkat menjadi Menteri Negara dalam kabinet pertama Republik Indonesia.

Oto Iskandar Dinata adalah sosok pejuang Sunda yang pantang menyerah dan berjiwa nasionalis. Tentu saja sangat anti terhadap segala bentuk penjajahan. Namun akhir hidupnya menyimpan kisah yang bukan saja ironis tetapi juga tragis. Oto Iskandar Dinata tewas dibunuh dengan cara lehernya ditusuk bayonet pada 20 Desember 1945 oleh kelompok yang menamakan diri pasukan Laskar Hitam. Sekelompok orang yang justru mengaku sebagai bagian dari Republik Indonesia. Jenazahnya kemudian dihanyutkan di pantai Mauk, Tangerang. Pihak yang pro Oto Iskandar Dinata yang bersimpati penuh tangis dan cucuran airmata, membawa tanah pasir pantai Mauk sebagai simbol jasad Si Jalak Harupat ke makam Pasir Pahlawan di Lembang.

***

Siang itu mendung mulai menggelayut di langit Lembang. Udara lebih terasa dingin. Sebelum hujan benar-benar turun di monumen Pasir Pahlawan, Mochamad Sopian Anshori akhirnya menutup kisah hidup Si Jalak Harupat. Dari kisah-kisah yang dituturkannya itulah terbesit sebuah tugas, antara lain banyak-banyaklah membaca sejarah kiprah perjuangan Oto Iskandar Dinata, serta terus mengabarkan kepada semua masyarakat luas untuk tidak melupakan jasa dan akhir hidup Si Jalak Harupat. Jika pelajaran sejarah yang dituturkan di bangku-bangku sekolahan yang terlampau kering, maka mempelajari sejarah lewat cara berjalan-jalan sambil belajar sejarah adalah sesuatu yang menyenangkan.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Leave a comment