Waterleiding Tjibadak – Ledeng

Catatan perjalanan Jelajah Lembang (2)

Oleh: Andrenaline Katarsis

BDndujfCAAA3Q7Q.jpg mediumUsai berkeliling-keliling dan mendengar kisah sejarah Villa Isola yang heroik dan kehidupan Dominique Willem Berretty yang penuh lika-liku intrik, peserta Balad Junghuhn kemudian berjalan kaki melanjutkan ke titik kedua Jelajah Lembang, yaitu Waterleiding Tjibadak – Ledeng. Lokasinya tidak jauh dari kampus UPI menuju terminal Ledeng. Para peserta beriringan memasuki jalan Sersan Surip yang lokasinya tepat disamping terminal Ledeng, berseberangan langsung dengan jalan Sersan Bajuri. Dua nama Sersan yang diabadikan menjadi nama jalan itu tentu menyimpan sejarah, yaitu ketika sebuah peristiwa pertempuran sengit permah berlangsung di sekitar Villa Isola antara pasukan TKR Bandung Utara melawan tentara Inggris / Gurkha pada 19 Desember 1945. Letnan Hamid yang memimpin dalam pertempuran itu gugur bersama tiga anak buahnya, dua diantaranya adalah Sersan Bajuri dan Sersan Surip. Dan dua nama Sersan yang gugur itu diabadikan menjadi nama jalan, Jalan Sersan Bajuri dan Jalan Sersan Surip.

Sebenarnya saya sendiri belum pernah mengunjungi lokasi Waterleiding Tjibadak, begitu juga dengan peserta yang lain. Jadi perjalanan ini sebenarnya adalah sebuah perjalanan yang awam, kecuali secara samar mengetahui keberadaan Waterleiding Tjibadak ini diperoleh dari bermacam-macam sumber yang berserakan. Maka dengan memanfaatkan peribahasa yang sangat mengandung muatan kearifan lokal khas negeri Timur, perjalanan menuju Waterleiding ini hanya bermodalkan sebuah pepatah, “malu bertanya sesat dijalan”. Dan memang pepatah ini terbukti manjur.

Mapay jalan satapak ka Gedong Cai

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Jalan setapak ke Gedong Cai

“Mapay jalan satapak, ngajugjug ka hiji lembur da teu karasa capěna sabab aya nu di těang…” Sepotong lagu Sunda itu terngiang-ngiang dikuping ketika saya memimpin perjalanan menuju Gedong Cai. Ditengah perjalanan, saya bertanya kepada seorang warga yang kebetulan kami temui, menanyakan tempat dimana lokasi Waterleiding itu berada. Ternyata warga sekitar mengenal lokasi Waterleiding itu sebagai Gedong Cai. Kami pun kemudian berjalan mengikuti petunjuk yang diberikan warga yang kami temui tadi. Ada suasana lain yang menyergap ketika mengetahui bahwa jalan setapak menuju Gedong Cai tersebut ternyata bukanlah jalan yang mulus-mendatar, melainkan berupa tanjakan yang menanjak dan turunan yang menukik, dengan kontur tanah yang licin dan basah. Dikatakan menyergap karena saya ditumbuk kesadaran, bahwa ternyata di sebuah wilayah kota madya Bandung ini masih dijumpai sebuah kawasan yang sangat ndeso: Jalan setapak, rumput alang-alang yang rimbun, rumah-rumah warga yang sederhana bak berada disebuah kampung terpencil, kebun-kebun sayuran dan bukit-bukit hijau menghampar, sungai-sungai kecil yang airnya mengalir malas. Setelah hampir satu jam asruk-asrukan di sebuah punggungan bukit yang dirimbuni semak-semak bambu, dengan diiringi suara turaes dan tonggeret bersahut-sahutan dari balik rerimbun pepohonan, barulah kami menemukan lokasi Gedong Cai atau Waterleiding Tjibadak.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

TJIBADAK WATERLEIDING

Lokasi Gedong Cai itu berada tepat dibibir sebuah ceruk jurang yang tidak terlampau dalam. Di sekitar bangunan Gedong Cai itu diberi pagar besi berpintu. Di sekitar bangunan itu ditumbuhi pohon-pohon bambu dan pohon aren. Dengan penanda biota alami itu, jelaslah bahwa ditempat tersebut pastilah menyimpan kandungan mata air. Beruntunglah ketika kami berkunjung kesana pintu pagar itu tidak dikunci. Maka masuklah kami ke dalam halaman Gedong Cai. Dan tempat ini memang sesuai seperti yang ada pada sebuah foto hitam putih koleksi arsip KITLV ketika Gedong Cai atau Waterleiding Tjibadak ini diresmikan pada tahun 20-an, dengan tulisan yang terpahat diatas plafon yang sudah agak memudar. Namun nama itu masih bisa terlihat meski agak sedikit samar: TJIBADAK 1921.

Dari Gedong Cai menjadi Waterleiding

CDAmf-QUMAEKdj-Menurut catatan yang pernah saya temukan, pada tahun 1920an, tepatnya kawasan yang sekarang dikenal bernama Ledeng ini awalnya bernama kampung Cibadak. Secara epistimologi, nama ‘Cibadak’ berarti ‘Cai Badag’ atau air yang melimpah. Pelafalan kata ‘badag’ seperti lazimnya pengucapan dalam melafalkan kata atau kalimat yang sulit diucapkan oleh lidah orang Sunda, diucapkan menjadi ‘badak’. Oleh pemerintah Hindia, sumber mata air yang melimpah dari tempat ini dibuatkan bangunan pelindung, kemudian disadap dan dialirkan melalui saluran pipa-pipa besar yang ditanam di dalam tanah. Pipa-pipa saluran air berukuran besar inilah kemudian menjadi awal mula munculnya nama Ledeng yang diambil dari bahasa Belanda, leiding yang artinya pipa saluran. Sampai sekarang pipa-pipa yang tertanam itu masih ada dan digunakan sebagai alat instalasi saluran distribusi air di kota Bandung.

CDAmcswUsAAyao3Pada tahun 1920an oleh Gemeente Bandoeng seluruh sumber air dikawasan ini dipelihara dengan dibangun benteng dan dibuatkan bangunan pelindung yang kemudian oleh warga sekitar disebut Gedong Cai, yang kemudian pada 1921 diresmikan oleh Walikota Bandung tempo doeloe, Bertus Coops. Sejak itu warga Cibadak kemudian memanfaatkan sumber mata air dari tempat ini untuk keperluan hidup sehari-hari. Selain mata air Cibadak, disekitar kawasan ini juga masih terdapat beberapa sumber mata air lain yang lokasinya tidak jauh dari sumber mata air Cibadak, diantaranya Cidadap dan Cikendi. Masih dalam tradisi tutur lisan orang Sunda, kata ‘Cidadap’ berarti ‘air yang disadap’. Begitu juga dengan nama Cikendi yang sudah dipastikan tentang suatu kawasan yang masih ada hubungannya dengan air. Ingat, kendi adalah wadah atau bejana tempat menyimpan air yang biasanya terbuat dari keramik atau tanah liat.
***
Usai saya memberi pemaparan singkat tentang situs sumber mata air di Gedong Cai, peserta kemudian berfoto bersama dengan posisi berdiri berjajar persis seperti pada posisi foto ketika rombongan Gemeente Bandoeng tempo doeloe itu berfoto dilokasi yang sama sekitar 90 tahun yang lalu. Matahari sudah meninggi dan kami pun kembali melanjutkan lokasi penjelajahan berikutnya menuju Pasir Pahlawan.

Tjibadak

TJIBADAK 1921

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

CIBADAK 2015

Leave a comment