Mengantar Cerita dan Puisi dari Luar Pagar

PERNAHKAH membayangkan ada sebuah Taman Bacaan yang riuh oleh anak-anak yang keasyikkan membaca buku di sebuah pelosok desa yang jauh? Wah, membaca buku? Bukankah selama ini desa selalu identik sebagai rumah bagi segala ketertinggalan dan sarang bagi segala kemalasan? Singkirkan prasangka itu jauh-jauh. Tidak semuanya desa begitu. Sebab di pelosok kampung yang berada di selatan Cianjur, tepatnya di Kampung Pangadegan Hilir, Desa Pagelaran – Kabupaten Cianjur, masih bisa ditemukan suasana gembira dan riang dari sekelompok anak-anak dan remaja yang asyik membaca buku. Adalah ‘Kebun Baca Sarerea’ yang menjadi rumah bagi anak-anak menyingkirkan segala tudingan bahwa desa adalah tempat kediaman yang sepi dan tertinggal.

18519961_10211155669359438_1522890944647557253_n

Anak-anak Kebun Baca Sarerea, Cianjur

Mengangankan sebuah buku untuk dibaca secara bersama, ditingkahi suasana alam desa yang menghampar luas kebun dan sawah itu, tidak lagi menjadi sebuah kisah melankolia seperti yang ada di dalam buku-buku dongeng. Adalah Usep Hamzah, seorang warga desa itu yang kini bermukim di kota St. Gallen, Swiss, mewujudkan sebuah mimpi tentang ‘kebun’ di mana buku-buku yang semarak itu dimamah anak-anak dan remaja di desanya.

Pemakaian kata kebun untuk nama TBM-nya yang selain menimbulkan kesan rekreatif yang bersahaja, juga untuk menunjukkan bahwa Kebun Baca Sarerea, bukanlah sejenis perpustakaan biasa, tetapi tempat untuk menyemai khazanah kecintaan pada buku bacaan yang diasuh bersama para sesepuh pegiat literasi dari luar kota. Sesuai dengan namanya, ‘Kebun Baca Sarerea’ yang dalam bahasa Sunda diartikan secara harfiah sebagai tempat membaca buku yang dilakukan secara bersama-sama.

Kebun Baca Sarerea barangkali hendak menggenapi sebuah ikhtiar pengentasan tuna aksara dan kemalasan membaca yang biasanya menghinggapi desa-desa. Namun segala ikhtiar itu tentu tidak akan mewujud apabila tidak dibangun oleh segelintir individu yang memiliki kesadaran akan penting (dan betapa asyiknya) membaca. Kita semua sudah pasti setuju bahwa buku adalah jendela dunia dan membaca buku itu penting. Tapi bagaimana bentuk kongkritnya?

received_10155623290456355

Sesepuh literasi ‘turba’ ke Cianjur

Ada ratusan TBM yang sudah tersebar di seantero pulau di Indonesia. Di Jawa saja, pada awal tahun 2008 sudah ada sekitar 300 TBM yang tersebar di setiap kabupaten. Untuk menyebutkan beberapa diantaranya, sebut saja Taman Baca Multatuli yang diasuh Ubaidilah Muchtar di Ciseel, Rumah Dunia asuhan Gola Gong di Banten, TBM Bergema di Wonosobo, Kubah Budaya di Serang, Pondok Maos Guyub di Kendal, TBM Indonesia Buku asuhan Faiz Ahsoul di Yogyakarta, Dbuku asuhan Diana AV Sasa di Surabaya, dan masih banyak lagi. Dan Kebun Baca Sarerea di Cianjur asuhan Usep Hamzah ini adalah langkah ke sekian dari seorang pegiat literasi yang menambah barisan daftar panjang jumlah TBM yang ada di Indonesia.

Aktifitas di Kebun Baca Sarerea tidak hanya diisi dengan kegiatan pinjam meminjam buku layaknya perpustakaan konvensional, tetapi di sini juga diadakan pelbagai aktivitas literasi yang menyenangkan, seperti reading group atau mendaras sebuah karya sastra seperti yang dilakukan Ubaidilah Muchtar bersama komunitasnya mendaras Max Havelaar karya Multatuli, jemuran puisi, musikalisasi puisi, workshop mendokumentasikan artikel dalam bentuk kliping, teknik pembacaan puisi, dan tentu saja belajar menulis.

Dari Membaca Turun ke Menulis

Apabila ada kampanye pentingnya membaca, sudah tentu harus diikuti pula dengan kampanye pentingnya menulis. Kegiatan menulis memang bukanlah kegiatan yang mudah. Apalagi jika tidak ada dukungan dan kesadaran dari para pemangku literasi yang sudah berpengalaman dalam dunia tulis-menulis, secara sukarela melakukan gerakan ‘turba’, turun ke bawah membantu mengadakan semacam pelatihan menulis. Paling tidak ada gerakan untuk memotivasi menulis.

18622115_10211244857549087_4660396482786488493_n

TBM Kebun Baca Sarerea

Dan beruntunglah Kebun Baca Sarerea punya itu.  Setidaknya, dalam perjalanan kegiatan di Kebun Baca Sarerea sejak 2014 sudah ada pegiat literasi dan nama-nama beken yang, meminjam istilah penyair Rendra, memiliki cinta kasih dan api peduli pada dunia buku dan tulis-menulis. Sebut saja Ubaidilah Muchtar, Sigit Susanto, F. Rahardi, Yusri Fajar, Ita Sembiring, Engkos ‘Rama’ Kosnadi, Ujianto Sadewa, Eddi ‘Koben’ Juharna, Sang Denai, Didin ‘Tulus’ Saepudin, Gun Agustian, dan beberapa nama lain, datang ke Kebun Baca Sarerea untuk berbagi ilmu, bertukar pengalaman, menularkan api peduli dan semangat literasi.

Api peduli dan semangat berbagi yang disemai para aktivis literasi itu ternyata tidak sia-sia. Paling tidak, jejak-jejak itu kini sudah menampakkan bentuknya yang paling sederhana, yaitu menerbitkan sebuah buku antologi tulisan yang diberi judul Hikayat Sebatang Pensil. Judul buku yang diambil dari salah satu cerita yang ditulis Putri Salsa Meilani ini berisi 11 cerita dan 35 puisi karya siswa dan siswi SD dan SMP Pagelaran, yang kesemuanya adalah aktivis-aktivis kecil literasi yang saban hari menghabiskan sebagian waktunya dengan membaca dan bermain di Kebun Baca Sarerea usai pulang sekolah.

Ketika saya menerima sebuah buntelan berisi cerita dan puisi yang ditulis di atas kertas dan buku tulis bergaris yang sederhana, saya tersenyum dan agak terharu. Betapa sebuah cita-cita yang sederhana namun luhur itu sedang menyeruak dari dalam: dibukukan!

Saya pun membacai satu persatu karya anak-anak itu. Cerita-cerita sederhana dan puisi-puisi yang bersahaja. Tentu saja kumpulan cerita dan puisi dalam Hikayat Sebatang Pensil ini masih jauh dari sempurna. Tapi dengan hadirnya buku yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, diharapkan akan menjadi sebuah dokumentasi yang akan menggugah semangat menulis mereka di kemudian hari dengan lebih baik lagi.

Salam.

Bandung, 23 November 2017

Andrenaline Katarsis

 

 

 

2 thoughts on “Mengantar Cerita dan Puisi dari Luar Pagar

Leave a comment